Minggu, 22 September 2013

Mengingkari adalah perihal menggarami luka

Benarkah penantian ini telah usai?  Kenapa senja merambat begitu cepat?  Rindu ku belum lagi jemu. Masih menapak ke jalan yang sama, jalan menuju mu. Kamu tahu, begitu sederhananya untuk ku memulai. Mereka - reka hari bahagia bersamamu, ketika perjumpaan itu telah merekat tatap ku. Damba ini masih dalam diam, belum mampu terucap di lidah yang teracap kali kelu. 

Sekarang, apa masih boleh aku mencecap rindu untuk mu? Ketika aku menyaksikan dua mimpi saling menengadah ke langit dalam pengharapan yang satu. Mencuri - curi pandang dalam barisan doa - doa lirih. Bahagia selamanya. 
Benar adanya, cinta adalah perihal merajut asa menjadi luka. Ketika luka mulai membuncahkan sakit di dinding hati, mulut masih tetap teguh dalam bisunya.
Aku mengabu - abu, dan kamu masih tetap memerah memancarkan rona dalam birunya rindu.  Not - not alunan relung ku seketika berhenti. Mempertanyakan hal yang menggugah pilu. Haruskah aku pergi dengan mengingkarimu? 


Seperti hal nya cinta, mengingkari adalah perihal menggarami luka yang belum lagi kering.

Dan sekali lagi aku pertanyakan, benarkah penantian ini telah usai - wanitaku ?

Minggu, 04 Agustus 2013

Hai hati, apa kali ini aku sudah siap untuk (terjatuh) lagi ?

Apa yang dapat aku rekam di malam yang panjang ini ? Bait bait rindu menyelimuti tubuh dari dinginnya hati. Rindu ini terasa hangat. Seperti lilin kecil menguapkan luka di sudut mata. Kamu berhasil memeluk sepi di dadaku dan melukis sebuah senyum dicemasku. Jangan padamkan lilinnya ! Aku mohon. Biarkan aku sejenak menyusun serpihan getar untuk sebuah pengharapan. Seperti sebuah ledakan besar , serpihan rindu dan rasa bertemu dititik penyatuan. Dan semuanya mengurai tentangmu. Aku tak tau kapan ini bermulai, tapi setiap detik yang aku hela, penuh dengan kamu.

Ketuklah, dan masuk. Ada ruang disini (hati).
Ada deretan memori menghiasi ruang itu. Ruang yang selalu mampu mengahadirkan sekelabat senyuman. Tempatku bercerita dalam diam dan dalam damba yang tak pernah jera menanti. Ketika kamu membuka ruang itu, dengarlah. Ada tawamu yang menyusun not not rindu. Tak henti mengalun, berputar sendiri.

Tak terasa sudah sepanjang malam ini, kamu duduk disampingku. Bercerita panjang dengan ku dan mereka. Kita bercerita banyak hal. Tawa renyah dan senyuman itu selalu ada disetiap kata mu yang terucap. Aku suka, ketika sesekali kamu menoleh ke arah ku dan tersenyum. Senyum yang sebenarnya tak berbeda dengan senyum mu pada mereka. Tapi biarlah. Aku menyukainya. Aku juga suka, ketika kau mulai terkantuk dan menahan kuap mu. Kamu, terlihat lucu dan....cantik!

Sesekali aku menghela nafas. Luka terjatuhku belum lagi sembuh, tapi kenapa terasa tak menyakitkan? Ada apa dengan kamu? Kamu keturunan penyihir? Kamu mampu membuat retak lukaku hilang. 

Bulan berganti mentari, tanpa sadar aku berucap. Hai hati, apa kali ini aku sudah siap untuk (terjatuh) lagi?